Polemik Konsesi Tambang Kepada Ormas Keagamaan

 Penulis : Magriza Apriansyah

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa ormas (Organisasi Masyarakat) diberikan izin dalam rangka mengelola tambang. Dan bahkan hari ini sebuah Organisasi Masyarakat keagamaan yaitu Nahdlatul Ulama yang paling pertama dalam rangka mengajukan izin pengelolaan tambang di Indonesia dan bahkan Pemerintah Indonesia menyambut baik dalam rangka pengajuan pengelolaan izin tambang tersebut. Hal tersebut menimbulkan polemik yang tinggi dalam akar rumput dimana banyak muncul penolakan bahkan dalam irisan organisasi Nahdlatul Ulama tersendiri seperti Jaringan Gusdurian dan Front Nahdliyin Untuk Kemasalahatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) dan penolakan juga muncul dari masyarakat individu dan berbasis organisasi. Dan bahkan mungkin organisasi masyarakat yang lain akan mengajukan izin pengelolaan tambang walaupun beberapa organisasi masyarakat keagamaan ini menolak kebijakan tersebut, kebijakan ini bertentangan atas nama hukum, politik, sosial dan kebudayaan, terlebih lagi kebijakan ini akan berdampak pada lingkungan hidup.

Konsesi tambang yang diberikan kepada organisasi masyarakat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini berlawanan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Masyarakat berdasarkan Pasal 5 Huruf E menjelaskan bahwa organisasi masyarakat bertujuan untuk melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, peraturan ini mengingatkan kembali kepada pemerintah dan organisasi masyarakat tersendiri dalam rangka menjadi bahan refleksi diri. Sebelum membahas konsesi tambang, perlu di ingat kembali bahwa organisasi masyarakat ini masih menjadi tugas dari pemerintah bagaimanapun banyak muncul preman-preman melalui organisasi masyarakat, dimana tata kelola organisasi masyarakat ini belum selesai lalu bagaimana mungkin pemerintah yang masih memiliki tugas tentang organisasi masyarakat ini diberi izin dalam rangka pengelolaan tambang. Karena melalui kasus yang diterbitkan beberapa lembaga negara oknum organisasi masyarakat masih melalukan tindakan-tindakan kepada masyarakat sipil yang netral dalam kasus tindakan perihal premanisme. Karena negara perlu menertibkan kembali organisasi masyarakat atau anggota organisasi masyarakat, walaupun organisasi masyarakat ini memiliki sejarah panjang dalam sumbangsih negara ini.Kembali lagi dengan konsesi tambang, bahwa organisasi masyarakat sebenarnya juga dibentuk sebagai pelestari sumber daya alam dan lingkungan hidup, lalu bagaimana mungkin organisasi masyarakat ini mengelola tambang dan ditakutkan merusak sumber daya alam dan lingkungan hidup. Bila mengacu pada Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menjelaskan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” bahwa pasal tersebut menjelaskan bahwa negara lah yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka mengelola sumber daya alam, pengelolaan tambang melalui pemerintah sendiri tidak melakukan transparansi seperti memberikan data tentang kebutuhan negara tentang produk tambang, berapa jumlah tambang yang harus dibuka dan keseluruhan kontraktor tambang yang sudah mengelola tambang di negara ini, hal tersebut menjadi acuan negara dan organisasi masyarakat dimana kebijakan ini baru diberlakukan lalu setelah organisasi masyarakat ini diberikan izin pengelolaan tambang maka ketakutannya adalah pembukaan lahan tambang besar-besaran dalam rangka keuntungan individu atau organisasi masyarakat sehingga merusak lingkungan hidup dan bahkan bila diteliti lebih lanjut sebelum kebijakan ini diberlakukan ketika tambang dikelola oleh negara ini menghasilkan kerusakan lingkungan hidup yang berdampak pada masyarakat-masyarakat anggota organisasi masyarakat pula. Jika melihat realitas pengelolaan tambang ketika dikelola oleh negara pula, negara ini melanggar perjanjian-perjanjian yang telah disepakati oleh masyarakat yang terdampak misal reboisasi atau mengembalikan lingkungan kembali tidak pernah dilakukan oleh negara ini bahkan hal tersebut ada di dalam perjanjian-perjanjian negara ketika membuka tambang dan masih banyak kasus lagi yang mungkin dilanggar oleh negara.Pengelolaan ini sebenarnya dikembalikan lagi kepada negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bilamana pengelolaan tambang ini dilakukan dengan cara yang benar maka akan menghasilkan keuntungan yang baik dan keuntungan ini disisihkan untuk pendanaan organisasi masyarakat dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia melalui organisasi tersebut. Karena mungkin negara ingin bermain secara bersih sehingga beberapa tugas negara dilemparkan kepada organisasi masyarakat, hal yang paling ditakutkan adalah ketika muncul kasus-kasus tindak pidana perihal tambang maka organisasi masyarakatlah yang akan menjadi kambing hitam, lalu ada banyak penumpang-penumpang gelap yang memenuhi sebuah organisasi masyarakat tersebut karena diberi izin pengelolaan tambang dan ada banyak lagi kasus-kasus muncul yang menjadi ketakutan ketika kebijakan ini diberlakukan. 

Sebenarnya tugas yang paling berat adalah pengelolaan tambang bukan membuat kebijakan-kebijakan baru, bilamana pengelolaan tambang ini menjadi baik maka masyarakat atau warga negara ini menerima akan menerima keuntungannya dan tidak menjadi objek sebagai dampak kerusakan lingkungan akibat pengelolaan tambang yang tidak baik. Perlunya pimpinan organisasi masyarakat ini pula mendengarkan angoota-anggotanya sebelum mengajukan izin kepada pemerintah karena bukan tidak mungkin anggota-anggotanya merupakan bagian yang terdampak dari pembukaan tambang yang dilakukan dan mendengarkan mitra atau organisasi lain dalam rangka kebijakan yang baru tersebut.

Komentar

Postingan Populer